Tari Jaipong |
Jaipongan adalah sebuah jenis tari pergaulan tradisional masyarakat Sunda, Jawa Barat, yang cukup populer di Indonesia.
ari ini diciptakan oleh seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira, sekitar
tahun 1960-an, dengan tujuan untuk menciptakan suatu jenis musik dan tarian
pergaulan yang digali dari kekayaan seni tradisi rakyat Nusantara, khususnya
Jawa Barat. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru, jaipongan
dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya,
seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng. Perhatian Gumbira pada kesenian
rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan
mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/Bajidoran atau
Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerakmincid dari beberapa kesenian menjadi
inspirasi untuk mengembangkan kesenian jaipongan.
Sebelum
bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi
terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan perkotaan Priangan misalnya,
pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa Ball Room dari Barat. Sementara pada kesenian
rakyat, tari pergaulan dipengaruhi tradisi lokal. Pertunjukan tari-tari
pergaulan tradisional tak lepas dari keberadaan ronggeng dan
pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan
upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan ronggeng dalam seni
pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran.
Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan
kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat,
kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang
meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya
yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai
cerminan kerakyatan.
Seiring
dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang
berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni
pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta,Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan
Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan
dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi
tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang,
di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng Banjet
ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola tradisi (Ketuk
Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa
ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari
Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu,
Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Tarian
ini mulai dikenal luas sejak 1970-an. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira
pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian
itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih
sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun
iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.